Pemuda Istimewa di Mata Rasulullah
Menurut Syaikhul Jihad Abdullah Azzam “Belum dikatakan berbuat baik kepada Islam, orang yang belum berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya”.
Di Yaman, tinggallah seorang pemuda bernama Uwais al-Qarni yang berpenyakit sopak. Karena penyakit itu tubuhnya menjadi belang-belang. Walaupun cacat tapi ia adalah pemuda yang sholih dan sangat berbakti kepada ibunya, seorang perempuan tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan.
“Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta sang ibu.
Mendengar ucapan sang ibu, Uwais termenung. Perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, melewati padang tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu dilakukan Uwais yang miskin dan tidak memiliki kendaraan?
Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelinyalah seekor anak lembu. Kira-kira untuk apakah anak lembu itu? Tidak mungkin pergi haji naik lembu. Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi ia bolak-balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila… Uwais gila..” kata orang-orang yang melihat tingkah laku Uwais. Ya, banyak orang yang menganggap aneh apa yang dilakukannya itu.
Tak pernah ada hari yang terlewatkannya untuk menggendong lembu naik-turun bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak lagi terasa berat.
Setelah 8 bulan berlalu, sampailah pada musim haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kilogram, begitu juga otot Uwais yang makin kuat. Ia menjadi bertenaga untuk mengangkat barang. Tahulah sekarang orang-orang, apa maksud Uwais menggendong lembu itu setiap hari, bahwa ternyata ia berlatih agar dapat menggendong ibunya.
Uwais kini mampu menggendong Ibunya menuju Makkah untuk berhaji. Subhanalloh! Alangkah besar cintanya pada ibunya. Perjalanan jauh lagi sulit itu dilakukannya dengan senang demi memenuhi keinginan ibunya.
Ibunya terharu dan bercucuran air mata ketika melihat Baitullah. Uwais pun tegap menggendong ibunya thawaf mengelilingi Ka’bah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa.
“Ya Allah, ampunilah semua dosa ibu,” kata Uwais.
Lalu ibunya bertanya keheranan, “Bagaimana dengan dosamu?”
Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridla ibu yang akan membawaku ke surga.”
Itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Alloh subhanahu wa ta’ala pun memberikan karunia untuknya. Seketika itu juga Uwais sembuh dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih di tengkuk telapak tangannya.
Tahukah kalian apa hikmah dari bulatan putih yang Alloh sisakan tersebut? Ituah tanda untuk Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat Rasululloh untuk mengenali Uwais.
Beliau berdua nantinya sengaja datang mencari di sekitar Ka’bah karena Rasululloh berpesan, _“Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”
“Sesungguhnya Alloh mengharamkan atas kamu durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya, demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR Bukhari dan Muslim)
Uwais Al Qarni pergi ke Madinah
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais al-Qarni sampai juga di kota Madinah. Segera ia mencari rumah Nabi Muhammad. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais al-Qarni menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah radliyallohu ‘anha, istri Nabi. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi, tetapi Nabi tidak dapat dijumpainya.
Dalam hati Uwais Al Qarni bergejolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “Engkau harus lekas pulang.”
Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais al-Qarni dengan terpaksa pamit kepada Aisyah untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi. Setelah itu, Uwais pun segera berangkat pulang mengayunkan lengkahnya dengan perasaan amat sedih dan terharu.
Peperangan telah usai dan Nabi pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada istrinya, tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais anak yang taat kepada orang tuanya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi, Aisyah dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Aisyah memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad melanjutkan keterangannya tentang Uwais al-Qarni, penghuni langit itu, kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengkuk telapak tangannya.”
Sesudah itu Nabi memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khaththab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
Waktu terus berganti, dan Nabi kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khaththab. suatu ketika Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi tentang Uwais al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan tentang Uwais al-Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari. Mengapa Khalifah Umar dan sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan dia?
Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib segera pergi menjumpai Uwais al-Qarni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib sambil mendekati kedua sahabat Nabi tersebut dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah dengan segera membalikan telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan Nabi. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais al-Qarni.
Wajah Uwais nampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi. Bahwa ia adalah penghuni langit. Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah”. Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais bin Amir al-Qarni”.
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. akhirnya Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus meminta do’a pada kalian”.
Mendengar perkataan Uwais, “Khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda”. Seperti dikatakan Rasululloh sebelum wafatnya. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
Fenomena ketika Uwais al-Qarni Wafat
Beberapa tahun kemudian, Uwais al-Qarni berpulang ke rahmatulloh. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang ingin berebutan ingin memandikannya. Dan ketika di bawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang sudah menunggu untuk mengafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa ke pekuburannya, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk menusungnya.
Meninggalnya Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat negeri Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais al-Qarni adalah seorang yang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya engkau Wahai Uwais al-Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai pengembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatnya, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.”
Berita meninggalnya Uwais al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar kemana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais al-Qarni disebabkan permintaannya sendiri kepada Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah di sabdakan oleh Nabi, bahwa Uwais al-Qarni adalah penghuni langit.
Begitulah Uwais al-Qarni, sosok yang sangat berbakti kepada orang tua, dan itu sesuai dengan sabda Rasululloh shallallohu ‘alayhi wa sallam ketika beliau ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau menjawab, _“Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.”_ (HR Ibnu Majah).
Penulis: M. Haromain,
Alumnus Pondok Pesantren Lirboyo Kediri;
Berdomisili di Pondok Pesantren Nurun ‘ala Nur, Bogangan Utara, Wonosobo.